BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini, informasi memilki peranan
penting bagi kita semua. Informasi merupakan sarana komunikasi yang efektif
antara anggota masrakat dengan anggota masyarakat lainnya atau anatara suatu
entitas dengan masyarakat sekitarnya. Dalam seperti ini, penyediaan informasi
yang akan menciptakan transparansi dan pada gilirannya akan mewujudkan
akuntabilitas publik.
Akuntabilitas publik terjadi jika informasi yang
diberikan dapat diterima dan dimengerti secara meluas di masyarakat. Dengan
latar belakang apapun, mereka dapat memberikan keputusan dari informasi
tersebut.Sehingga, informasi tersebut haruslah memilki standar yang menyeluruh
agar terjadi suatu keseragaman bentuk informasi.
Informasi akuntansi memiliki standar akuntansi yang
disebut Prisnsip akuntansi yang Berlaku Umum-PABU ( Generally Accepted
Accounting Principles-GAAP ). Berlaku umum ini maksudnya informasi akuntansi
suatu perusahaan bias dimengerti oleh siapapun dengan latar belakang apa pun.
Sehingga, informasi ini berguna bagi investor, karyawan, pemberi pinjaman,
pemasok, kreditor lainnya, pemerintah, dan lembaga-lembaganya, serta
masyarakat.
Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit
berbeda dengan akuntansi biasa. Karena, akuntansi biasa belum mencakup
pertanggungjawaban kepada masyarakat yang ada di sektor publik.
Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya telah memasukan
standar untuk organisasi nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK). Standar ini tercantum pada PSAK nomor 45 tentang organisasi nirlaba.
Namun, standar ini belum mengakomodasi praktik-praktik lembaga pemerintahan
ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Karna itu, pemerintah mencoba
menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur
secara internasional. Organisasi yang merancang standar ini adalah
International Federation of Accountants-IFAC (Federasi Auntan Internasional).
Mereka membuat suatu standar akuntansi sector publik yang disebut Internation
Public Sector Accounting Standards-IPSAS ( Standar Internasional Akuntansi
Sektor Publik ). Standar ini menjadi pedoman bagi perancangan standar akuntansi
pemerintahan di setiap Negara di dunia.
1.2. Tujuan
Secara umum, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Akuntansi
Sektor Publik. Secara khusus penulisan makalah ini
untuk mengenal, menambah wawasan dan pemahaman mahasiswa tentang regulasi dan standar akuntansi sektor
publik.
1.3. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perkembangan
regulasi di sektor public?
2.
Bagaimana standar internasional akuntansi sektor publik?
3.
Bagaimana standar akuntansi pemerintahan?
4.
Bagaimana standar pemeriksaan keuangan negara SPKN?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Regulasi di Sektor Publik
Regulasi di sektor publik dibagi dalam dua bagian besar, yaitu
perkembangan regulasi yang terkait dengan organisasi nirlaba dan instansi
pemerintahan. Sifat regulasi disektor publik setiap jenis bersifat lebih
spesifik untuk setiap organisasi. Pada instansi pemerintah, regulasi yang
digunakan cenderung lebih rumit dan detail.
2.1.1 Perkembangan Regulasi Terkait Organisasi Nirlaba
A. Regulasi
Tentang Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial,
keagaamaan, dan kemanusiaan yang tidak
mempunyai anggota.
Dengan kegiatan yayasan yang terkait dengan kesejahteraan sosial
masyarakat luas, regulasi yang detail diperlukan untuk mengatur pelaksanaan yayasan. Regulasi yang terkait dengan yayasan
adalah undang – undang RI Nomor 16 Tahun 2001, yang dimaksudkan untuk menjamin
kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan dapat berfungsi sesuai dengan
maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada
masyarat.
Berikut isi Undang – Undang RI Nomor 16 Tahun 2001
1.
Ketentuan
Umum Yayasan yang meliputi pengertian yayasan beserta organ-organ yang
membentukknya, persyaratan kegiatan usaha yang dapat dilakukan dan kekayaan
yayasan
2.
Tata
cara pendirian Yayasan sejak pengajuan pendirian, pembuatan akta,sampai dengan
permohonan pengesahannya ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
3.
Tata
cara perubahan Anggaran Dasar Yayasan
4.
Kewajiban
pengumuman akta pendirian yayasan dalam tambahan berita negara republik
Indonesia
5.
Kekayaan
yayasan
6.
Organ
yayasan yang terdiri atas pembinam pengurus dan pengawas
7.
Laporan
tahunan yang harus disampaikan
8.
Tata
cara pemeriksaan dan pembubaran yayasan
Undang-undang ini diperbarui dalam beberapa aspek dengan UU no. 24
tentang perubahan atas UU. No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan.
Berikut beberapa hal yang diubah pada UU 28/2004
1.
Memperjelas
larangan pengalihan atau pembagiaan kekayaan yayasan. Pada UU 28/2004 ini
ditambahkan bahwa kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan baik gaji,
upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang dengan
beberapa pengecualiaan yang diatur lebih detail.
2.
Perubahan
proses perolehan status badan hukum. Pada UU 28/2004 permohonan diajukan kepada notaris yang mebuat akta
pendirian yayasan. UU ini juga menjelaskan secara lebih detail dalam hal
perspektif waktu tata cara pengesahan pendirian yayasan.
3.
Ketentuan
baru mengenai tanggung jawab secara tanggung renteng oleh pengurus yayasan
untuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum
yayasan memperoleh status badan hukum.
4.
Jangka
waktu pengumuman pendirian yayasan yang telah disetujui diperpendek dari jangka
waktu 30 hari (UU 16/2001) menjadi 14 hari (UU 28/2004) terhitung sejak tanggal
akta pendirian yayasan disahkan.
5.
Pembagian
kekayaan sisa hasil likuidasi yayasan sebelumnya diatur hanya diberikan pada
yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan kepada negara. UU
28/2004 mengatur tambahan bahwa jika tidak diberikan pada yayasan lain yang
memiliki kesamaan kegiatan, sisa hasil likuidasi yayasan dapat diberikan pada
badan hukum lain yang memiliki kesamaan kegiatan sebelum opsi diserahkan pada
negara.
Selain undang-undang nomor 16 tahun 2001 dan undang-undang nomor
28 tahun 2004 untik lebih menjamin kepastian hukum pemerintah juga mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan undang-undang
tentang yayasan. PP ini memberikan penjelasan yang lebih detail dan aplikatif
dari ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang tetang yayasan, antara
lain:
1.
Pemakaian
nama yayasan
2.
Kekayaan
awal yayasan
3.
Tata
cara pendirian yayasan oleh orang asing
4.
Tata
cara perubahan anggaran dasar
5.
Syarat
dan tata cara pemberian bantuan negara kepada yayasan
6.
Syarat
dan tata cara yayasan yang melakukan kegiatan di Indonesia
7.
Syarat
dan tata cara penggabungan Yayasan.
B. Regulasi tentang Partai Politik
Regulasi tentang partai politik mulai berkembang pesat sejak era
eformasi dengan sistem multipartainya. Undang-undang yang pertama ada setelah
era reformasi adalah undang-undang nomor 2 tahun 1999 tentang partai politik.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan perubahan sistem ketatanegaraan yang
dinamis diawal-awal era reformasi, undang-undang ini diperbarui dengan
Undang-undang nomor 31 tahun 2002 tentang partai politik.
UU no. 31 tahun 2002 mengatur pondasi dan hal-hal pokok mengenai
partai politik antara lain:
1.
Pembentukkan
partai politik
2.
Asas,
ciri, tujuan fungsi, hak dan kewajiban partai politik
3.
Keanggotaan
dan kedaulatan anggota partai politik
4.
Kepengurusan
partai politik
5.
Peradilan
perkara jika terjadi masalah dipartai politik
6.
Keuangan
7.
Larangan-larangan
untuk partai politik
8.
Penggabungan
partai politik
9.
Pengawasan
partai politik
Undang-undang 31/2002 kembali diperbarui dengan undang-undang
nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik yang sifatnya lebih melengkapidan
menyempurnakan UU 31/2002. Menurut UU 2/2008 partai politik adalah organisasi
yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas
dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan poliitik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan NKRI berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Undang – undang 31/2002 belum memiliki ketentuan mengenai
kewajiban partai politik untuk menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan,
sedangkan UU 2/2008 mengatur bahwa rekening kas umum partai politik dan
kewajiban penggurus disetiap tingkatan organisasi untuk menyusun laporan
pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran
berakhir dan bersifat terbuka untuk diketahui masyarakat. Hal ini sejalan
dengan semakin tingginya tuntutan akuntabilitas dan transparansi keuangan
partai politik dari masyarakat.
C. Regulasi
tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan
Badan Hukum Milik Negara ( BHMN ) adalah satah satu bentuk badan
hukum di Indonesia yang awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus
dalam rangka “privatisasi” lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik
tersendiri, khususnya sifat non-profit meski berstatus sebagai badan usaha.
Penetapan sebuah universitas menjadi berstatus BHMN ditetapkan
melalui peraturan pemerintah. Universitas yang ditetapkan berstatus BHMN oleh
pemerintah:
1.
Universitas
Indonesia (UI) tahun 2000
2.
Universitas
Gajah Mada (UGM) tahun 2000
3.
Institut
Pertanian Bogor (IPB) tahun 2000
4.
Institut
Tekhnologi Bandung (ITB) tahun 2000
5.
Universitas
Sumatera Utara (USU) melalui Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2003
6.
Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung melalui Peraturan Pemerintah No. 6 tahun
2004
7.
Universitas
Airlangga (Unair) Surabaya melalui peraturan pemerintah No. 30 tahun 2006
Ciri-ciri BHMN adalah sebagai berikut
1.
Memiliki
Majelis Wali Amanat (MWA)
Majelis Wali Amanat adalah organ universitas yang berfungsi
mewakili pemerini\\tah dan masyarakat. MWA memiliki kewenangan yang besar dan
menjadi lembaga normatif yang sangat menentukan, termasuk mengangkat dan
memberhentikan pimpinan, melakukan penilaian kinerja pimpinan, serta
nmemberikan masukan dan pendapat kepada menteri tentang pengelolaan
universitas. MWA merupakan unsur terpenting yang membedakan BHMN dengn jenis
universitas lain.
2.
Memiliki
Senat Akademik (SA)
Senat Akademik adalah organ universitas yang terdiri atas
perwakilan tiap-tiap fakultas dan memiliki tanggung jawab yang lebih terfokus
pada aspek akademik.
3.
Memiliki
Otonomi Manajemen dana dan Akademik
BHMN memiliki ottonomi dalam mengelola kekayaan atau sumber
dananya dengan tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan akuntabilitas. Hal ini
tentu berbeda dengan universitas negeri yang pengelolaan dananya diatur secara
terpusat.
Pada akhir tahun 2008, disahkannya Undang-Undang tentang Badan
Hukum Pendidikan (BHP). BHP adalah badan hukum penyelenggaraan pendidikan
formal dengan berprinsip nirlaba yang memiliki kemandirian pengelolaannya
dengan tujuan memajukan satuan pendidikan.
Dalam pengelolaannya, BHP mendasarkan pada sepuluh prinsip
berikut:
1.
Nirlaba 6. Layanan Prima
2.
Otonom 7. Akses yang berkeadilan
3.
Akuntabel 8. Keberagaman
4.
Transparan
9. Keberlanjutan
5.
Penjaminan
Mutu
10. Partispasi atas tanggung jawab negara
Berdasarkan amanat pasal 65,66 dan 67 UU BHP, diatur beberapa
mekanisme perubahan uiversitas menjadi BHP sebagai berikut:
1.
Untuk
Perguruan Tinggi yang
a.
Didirikan
oleh pemerintah, harus berubah menjadi BHPP (badan Hukum Milik Pemerintah) dalam waktu 4 tahun
(selambat-lambatnya tanggal 16 januari 2013)
b.
Berbentuk BHMN
harus berubah menjadi BHPP dalam waktu 3 tahun (selambatnya tanggal 16
januari 2012)
2.
Untuk
perguruan tinggi yang berada dalam naungan
yayasan, perkumpulan, maupun badan lainnya akan berubah menjadi BHP
penyelenggara dan harus diubah tata kelolanya dalam waktu 6 tahun
(selambat-lambatnya tanggal 16 januari 2015)
D. Regulasi tentang Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instasi dilingkungan pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakt berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. BLU
dibentuk untuk mempromosikan peningkatan layanan publik melalui
fleksibelitas pengelolaan keuangan BLU yang dikelola secara profesional dengan
menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas.
Yang dapat menjadi BLU adalah satuan kerja pemerintah operasional
yang melayani publik seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan
kawasan, pengelolaan dana bergulir untuk usaha kecil dan menerngah, lisensi dan
lain-lain. Kriteria yang lebih lengkap bagi suatu satuan kerja untuk dapat
menjadi BLU adalah:
1.
Bukan
kekayaan negara/daerah yang dipisahkan sebagai satuan kerja instansi pemerintah
2.
Dikelola
secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi
3.
Berperan
sebagai agen dari meneteri/pimpinan lembaga induknya:
a.
Kedua
belah pihak menandatangani kontrak kinerja
b.
Menteri/pimpinan
lembaga bertanggung jawab atas kebijakan layanan hendak dihasilkan
c.
BLU
bertanggung jawab menyajikan layanan yang diminta.
BLU dalam tataran pengatur regulasi diatur oleh Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU yang ada dibawah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan yang ada di Departement Keuangan. BLU dalam regulasi disebutkan
dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbedaharaan negara. Yang lebih
khusus dijelaskan pada peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
2.1.2 Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan
Negara
A. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara
Pengertian dan Ruang Lingkup
Pengertian Keuangan
Negara secara umum merupakan, semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Namun jika ditinjau dari sudut pandang sebagai obyek, subyek,
proses dan tujuan memiliki pengertian yang berbeda pula, yakni : .Dari
sisi obyekyang dimaksud keuangan negara meliputi semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.
Dari sisi subyek yang
dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara,
dan/atau dikuasai oleh pemerintahan pusat, pemerintah daerah, perusahaan
negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Dari sisi proses, keuangan
negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan dengan
pengelolaan obyek, mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan
sampai dengan pertanggungjawaban.
Dari sisi tujuan, keuangan
negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan
dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Ruang lingkup keuangan Negara, mencakup
beberapa hal yakni ;
a.
hak negara untuk memungut pajak,
mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b.
kewajiban negara untuk menyelenggarakan
tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c.
Penerimaan Negara/Daerah;
d.
Pengeluaran Negara/Daerah;
e.
kekayaan negara/kekayaan daerah yang
dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang,
barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
f.
kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh
pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan
umum;
g.
kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan
menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Ruang lingkup terakhir dari Keuangan
Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan
lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan
kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Azas – azas umum yang telah lama dikenal
dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu : (1). Azas tahunan, (2). Azas
universalitas, (3). Azas kesatuan, (4). Azas spesialitas. Serta
tambahan azas – azas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan
kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
1.
Azas akuntabilitas berorientasi pada hasil
2.
Azas profesionalitas
3.
Azas proporsionalitas
4.
Azas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan
Negara
5.
Azas pemeriksaan keuangan oleh badan
pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Dengan dianutnya azas – azas umum tersebut
di dalam undang – undang tentang keuangan negara, maka pelaksanaan undang –
undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajeman keuangan negara
sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku kepala pemerintahan
memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintah. Untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud,
sebagian kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola
Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan,
serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementrian Negara/lembaga yang dipimpinnya. Pada hakekatnya menteri keuangan
adalah Chief Financial Officer (CFO) sementara setiap menteri/pimpinan lembaga
adalah Chief Operational Officer (COO).
Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Anggaran adalah alat akuntabilitas,
manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran
berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta
pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Ketentuan
mengenai penyusunan dan penetepan APBN/APBD dalam undang – undang ini meliputi
penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan
pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian
sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan
klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran
jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Hubungan keauangan antara pemerintah
pusat, pemerintah daerah, pemerintah dan lembaga asing, perusahaan Negara,
perusahaan daerah, perusahaan swasta serta badan pengelolaan dana masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan
kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan
mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga – lembaga
infra/supranasional. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank
sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam
penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan
pemerintah daerah, undang – undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah
pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Undang – undang
ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam
hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan
swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat
memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah
dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci
dengan undang – undang, pelaksanaanya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan
Presiden sebagai pedoman bagi kementrian negara/lembaga dalam pelaksanaan
anggaran. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka
pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang – undang yang mengatur
perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif
antar kementrian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan
Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian
laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip – prinsip
tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang
telah diterima secara umum. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/walikota selaku pengguna
anggaran/pengguna barang bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan yang
ditetapkan dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD,
dari segi manfaat/hasil (outcome). Sebagai konsekuensinya, dalam undang –
undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/
gubernur/bupati/walikota serta pimpinan unit organisasi kementrian
negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang terbukti melakukan penyimpangan
kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang – undang tentang
APBN/Peraturan daerah tentang APBD. Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang
berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima,
menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik
negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam
pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para
pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang
andal.
UU 17 tahun 2003 adalah tonggak sejarah penting yang mengawali
reformasi keuangan negara kita menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan
modern berikut beberapa hal penting yang diatur dalam undang-undang ini.
1.
Kekuasaan
atas pengelolaan keuangan negara
2.
Penyusunan
dan penetapan APBN
3.
Penyusunan
dan penetapan APBD
4.
Hubungan
Keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah serta
pemerintah/lembaga asing
5.
Hubungan
Keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara,perusahaan daerah, perusahaan
swasta, serta badan pengelola dana masyarakat
6.
Pertaggungjawaban
pelaksanaan APBN dan APBD
B. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara
Undang – undang tentang perbendaharaan
negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi
keuangan negara. Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan
bahwa “Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang
ditetapkan dalam APBN dan APBD“. Sesuai dengan kaidah – kaidah yang
baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang – undang Perbendaharaan Negara
ini menganut azas kesatuan, azas universalitas, azas tahunan, dan azas
spesialitas. Ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara
ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah. Oleh Karena itu Undang – undang Perbendaharaan Negara ini
selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan
negara pada tingkat pemerintah pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan
sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan pada hekekatnya adalah Chief
Financial Officer (CFO) pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap
Menteri/Pimpinan Lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO)
untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Konsekuensi pembagian tugas antara
menteri keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran.
Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji
(check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan
secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang
kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan
kepada kementrian negara/lembaga, sementara penyelenggaraan kewenangan
kebendaharaan diserahkan kepada kementrian keuangan.
Dilain pihak, Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara
Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan
dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan
pengeluaran tersebut. Menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah
pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yang berfungsi sekaligus sebagai
kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.
Pejabat perbendaharaan Negara
Kementrian keuangan: berwenang & bertanggungjawab atas
pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Kementerian
negara/lembaga: berwenang bertanggungjawab atas penyelenggaraan
pemerintahan sesuai dengan tugas & fungsi masing-masing.
Penerapan kaidah pengelolaan keuangan yang
sehat di lingkungan pemerintah
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan
pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula semakin pentingnya fungsi
perbendaharaan negara dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah
yang terbatas secara efisien. Fungsi Perbendaharaan tersebut meliputi,
terutama,perencanaan kas yang baik, pencegahan agar tidak sampai terjadi
kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan
pemanfaat dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai
tambah sumber daya keuangan.
Dalam Undang – undang Perbendaharaan
Negara ini juga diatur prinsip – prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan
fungsi – fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran,
pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang
selama ini belum mendapat perhatian yang memadai.
Penatausahaan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran
Untuk mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti
standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan
ketentuan yang mengatur mengenai hal – hal tersebut agar :
1.
Laporan keuangan pemerintah dihasilkan
melalui proses akuntansi
2.
Laporan keuangan pemerintah disajikan
sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) meliputi Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, catatan atas laporan keuangan.
3.
Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah
disampaikan kepada DPR/DPRD selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
4.
Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh
lembaga pemeriksa ekstern (BPK) yang independen & profesional. Sejalan dgn
pasal 30 & 31 UU No 17 Thn 2003
5.
Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh
lembaga pemeriksa ekstern yang independen dan professional sebelum disampaikan
kepada DPR
6.
Laporan keuangan pemerintah dapat
menghasilkan statistic keuangan yang mengacu kepada manual statistic keuangan
pemerintah (Government Finance Statistic/GFS)
Standar akuntansi pemerintah ditetapkan
dalam suatu peraturan pemerintah dan disusun oleh suatu komite standar
akuntansi pemerintah yang independen yang terdiri dari para profesional. Agar
informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi
prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SAP) yang
dilaksanakan oleh kementrian negara/lembaga. Dalam undang – undang ini juga
mengatur penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah secara
tepat waktu kepada DPR/DPRD. Mengingat bahwa laporan keuangan pemerintah
terlebih dahulu harus diaudit oleh Badan Pemerintah Keuangan, maka Badan
Pemerintah Keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam upaya ketepatan
penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut kepada DPR/DPRD.
Penyelesaian Kerugian Negara
Dalam Undang – undang Perbendaharaan
Negara ini ditegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh
tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak yang
bersalah. Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementrian
negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan
tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam instansi yang dipimpinnya
telah terjadi kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap
bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti
kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Dengan penyelesaian kerugian tersebut
negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi.
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Dalam rangka
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dibentuk badan layanan umum yang
bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan badan layanan umum merupakan kekayaan
negara yang tidak dipisahkan, berkenaan dengan itu rencana kerja dan anggaran
serta laporan keuangan dan kinerja badan layanan umum disusun dan disajikan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan
keuangan kementrian Negara/lembaga/pemerintah daerah.
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
C.Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
Pemeriksaan adalah proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan
professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.
Pengelolaan Keuangan Negara adalah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan
dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertangungjawaban.
Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban
Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan,
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Lingkup Pemeriksaan
1.
Pemeriksaan keuangan negara meliputi
pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung
jawab keuangan negara.
2.
BPK melaksanakan pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
3.
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsure keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.
4.
Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh
akuntan public berdasarkan ketentuan undang-undang laporan hasil pemeriksaan
tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
5.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
nomor 1 dan 2 diatas terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja,
dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
6.
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan
atas laporan keuangan.
7.
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan
atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi
dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
8.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah
pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
nomor (6) dan (7).
9.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
nomor (3) dan (4) dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan.
10.
Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada nomor (9) disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.
Pelaksanaan Pemeriksaan
1.
Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan
dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta
penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri
oleh BPK.
2.
Dalam perencanaan tugas pemeriksaan, BPK
memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan.
3.
Dalam rangka membahas permintaan, saran,
dan pendapat sebagaimana dimaksud pada nomor (2), BPK atau lembaga perwakilan
dapat mengadakan pertemuan konsultasi.
4.
Dalam merencanakan tugas pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam nomor (1), BPK dapat mempertimbangkan informasi dari
pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.
5.
Pemanfaatan Kinerja Aparat Pemeriksa
Intern :
a.
Dalam menyelenggarakan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil
pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah.
b.
Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada
BPK.
c.
Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK
dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja
untuk dan atas nama BPK.
6.
Pelaksanaan Tugas Pemeriksaan
a.
Meminta dokumen yang wajib disampaikan
oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
b.
Mengakses semua data yang disimpan di
berbagai media, asset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam
penugasan atau kendali dari entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas
lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;
c.
Melakukan penyegelan tempat penyimpanan
uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara;
d.
Meminta keterangan kepada seseorang;
(dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang).
e.
Memotret, merekam dan/atau mengambil
sampel sebagai alat bantu pemeriksaan;
f.
Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau
kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan system
pengendalian intern pemerintah.
7.
Investigasi dan Temuan Kasus Pidana
Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan
investigative guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau
unsure pidana.
1.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsure
pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Tata cara penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah.
Hasil Pemeriksaan dan Tindak lanjut
Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan
setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Jika diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim
pemeriksaan.
1.
Laporan hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan pemerintah memuat opini.
2.
Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja
memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
3.
Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan
tertentu memuat kesimpulan.
Laporan hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari
pemerintah pusat. Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah
disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah
menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah.Laporan hasil pemeriksaan
disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Laporan hasil
pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/ DPRD sesuai dengan
kewenangannya.Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan
kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.Laporan hasil pemeriksaan
disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan
kewenangannya. Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan diatur bersama oleh BPK dan
lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
Pemeriksaan
keuangan Negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara dan
pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan Negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan
pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan
penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.
Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa
melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern
pemerintah. Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna
mengungkap adanya indikasi kerugian Negara/ daerah dan/atau unsur pidana.
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal
tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan
selesai dilakukan. Jika diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim
pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD
sesuai dengan kewenangannya.
Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil
pemeriksaan. Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK
tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Lembaga
perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan
sesuai dengan kewenangannya.
D. Perkembangan Regulasi Terkait Otonomi
Daerah
Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah menyadari
masih terdapat banyak aspek yang menjadi kelemahan sekaligus celah dalam
peraturan perundangan yang sering menimbulkan kerancuan, disamping itu UU Nomor
22 Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, ketatanegaraan, dan
tuntutan penyelenggara otonomi daerah yang lebih efisien. Dengan demikin
dikeluarkanlah UU pengganti berikut:
1.
UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan
2.
UU
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Perkembangan Undang-Undang Otonomi Daerah
E.
Undang-Undang Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana Perimbangan
Dalam rangka
menciptakan suatu sistem perimbangan keuang yang proporsional, demokratis,
adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian kewenangan pemerintah antara
pemerintrah pusat dengan pemerintah daerah, maka telah dikeluarkan
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbanagn Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1999.
Peraturan
pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 mengatur tentang pembagian dana perimbangan,
sumber-sumber dana bagi hasil, mekanisme pengalokasian dana bagi hasil,
mekanisme pengalokasian dana alokasi umum, mekanisme pengalokasian dana alokasi
khusus, pemantauan serta evaluasi.
F.
Undang-Undang Nomor 56
Tahun 2005 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah
Dengan kemajuan
teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, hal
tersebut membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola, dan
mendayagunakan informasi secara cepat dan akurat untuk lebih mendorong
terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparan, serta mampu menjawab tuntutan
perubahan secara efektif.
Untuk
menindaklanjuti terselenggaranya proses pembangunan yang sejalan dengan prinsip
tata pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah pusat dan
pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi untuk meningkatkan kemmapuan mengelola keuangan daerah, dan
menyalurkan Informasi Keaungan Daerah kepada pelayanan publik.
Peraturan
pemerintah Nomor 56 tahun 2005 mengatur tentang prinsip-prinsip informasi
keuangan daerah, isi dari keuangan daerah, batas waktu penyampaian informasi
keuangan daerah, tujuan dari penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah
secara nasioanal dan di daerah, sanksi atas tidak disampakainnya informasi
keuangan daerah.
G.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005
tentang Hibah kepada daerah
Peraturan
pemerintah nomor 57 tahun 2005 mengatur tentang sumber-sumber hibah, bentuk
hibah, pengelolaan hibah, pertanggungjawaban dan pelaporan hiabh. Prinsip
kebijakan perimbangan keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
33 Tahun 2004, adalah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang merupakn suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas
Pembantuan. Sumber pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi di
daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dan Perimbangan, Pinjaman Daaerah
dan Lain-lain Pendapatan. Salah satu komponen lain-lain pendapatan yang
dinyatakan dalam pasal Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 sebagai bentuk
hubungan keungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah hibah.
Hibah adalah
penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga
asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam lembaga
atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun barang dan/atau jasa,
termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Hibah
digunakan untuk menunjang peningkatan fungsi pemerintah dan layanan dasar umum,
serta pemberdayaan aparatur daerah.
H.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan daerah
Dalam rangka
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, diaman timbul hak
dan daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu
sistem pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem
dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah.
Selain kedua
undang-undang di atas, terdapat beberapa pratuaran perundang-undangan yang
menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah yang telah terbit lebih dulu.
Undang-undang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara,
Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keunagn Negara dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencnaan Pembangunan Nasional.
2.2
Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik
Saat ini,
banyak entitas yang termasuk dalam kategori organisasi sektor publik yang telah
mengimplementasikan akuntansi dalam sistem keuangannya. Akan tetapi, praktik
akuntansi yang dilakukan oleh entitas-entitas tersebut memiliki banyak
perbedaan khususnya dalam proses pelaporan keuangan. Hal tersebut sangat
dimungkinkan oleh belum banyaknya pemerintah suatu negara yang menerbitkan
standar baku akuntansi untuk mengatur praktik akuntansi bagi organisasi sektor
publik.
Berdasarkan
kebutuhan tersebut, International Federation of Accountants-IFAC
(Federasi Akuntan Internasional) membentuk sebuah komite khusus yang bertugas
menyusun sebuah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku
secara internasional yang kemudian disebut International Public Sector
Accounting Standards-IPSAS (Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik).
Dalam pelaksanaannya, komite tersebut tidak hanya menyusun standar tetapi juga
membuat program yang sistematis yang mendorong aplikasi IPSAS oleh
entitas-entitas publik di seluruh dunia.
IPSAS meliputi
serangkaian standar yang dikembangkan untuk basis akrual (accrual basis),
namun juga terdapat suatu bagian IPSAS yang terpisah guna merinci kebutuhan
untuk basis kas (cash basis). Dalam hal ini, IPSAS dapat diadopsi oleh
organisasi sektor publik yang sedang dalam proses perubahan dari cash basis ke
akrual basis. Jika demikian, maka organisasi sektor publik yang telah
memutuskan untuk mengadopsi basis akrual menurut IPSAS, harus mengikuti
ketentuan waktu mengenai masa transisi dari basis kas ke basis akrual yang
diatur oleh IPSAS.
Pada
akhirnya, cakupan yang diatur dalam IPSAS meliputi seluruh organisasi sektor
publik termasuk juga lembaga pemerintahan baik pemerintah pusat, pemerintah
regional (provinsi), pemerintah daerah (kabupaten/kota), dan komponen-komponen
kerjanya (dinas-dinas).
IPSAS
adalah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara
internasional dan dapat dijadikan acuan oleh negara-negara di seluruh dunia
untuk mengembangkan standar akuntansi khusus sektor publik di negaranya.
IPSAS bertujuan ;
1.
meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan
sektor publik,
2.
menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya
yang dilakukan oleh entitas sektor publik
3.
meningkatkan transparasi dan akuntabilitas entitas sektor publik
International
Federation of Accountants Public Sector Comitte (IFAC – PSC) merupakan lembaga
yang didirikan di Munich pada tahun 1977 terdiri atas organisasi akuntan
internasional yang telah menerbitkan International Public Sector Accounting
Standards (IPSAS) yang terdiri dari :
1.
IPSAS 1 (presentation of financial statements)
2.
IPSAS 2 (cash flow statements)
3.
IPSAS 3 (Accounting Policies, Change in accounting estimates adn
errors)
4.
IPSAS 4 (the effects of changes in foreign exchange rates)
5.
IPSAS 5 (borrowing cost)
6.
IPSAS 6 (consilidated financial statements and accounting for
controlled entities)
7.
IPSAS 7 (Accounting for investment in associates)
8.
IPSAS 8 (financial reporting of interest in joint venture)
9.
IPSAS 9 ( revenue from exchange Transactions)
10.
IPSAS 10 (Hyperinflationary economies)
11.
IPSAS 11 (Construction Contracts)
12.
IPSAS 12 (Inventories)
13.
IPSAS 13 (Leases)
14.
IPSAS 14 (Event After the Reporting Date)
15.
IPSAS 15 (Financial Instruments : Disclosure and Presentation)
16.
IPSAS 16 (Investment Property)
17.
IPSAS 17 (Property, Plan, and Equipment)
18.
IPSAS 18 (segmen Reporting)
19.
IPSAS 19 (Provisions, Contingent Liabilities and Contingent
Assets)
20.
IPSAS 20 ( Related Party Disclosures)
21.
IPSAS 21 (Impairment of Non-Cash-Generating Assets)
22.
IPSAS 22 (Disclosures of Finncial Information)
23.
IPSAS 23 (Revenue from Non-Exchange Transactions(Taxes and
Transfer)
24.
IPSAS 24 ( Presentation of Budget Information in Financial
Statement)
25.
IPSAS 25 (Employee Benefit)
26.
IPSAS 26 (Impairment of Cash and Generating Asset)
2.3
Perkembangan Standar Akuntansi Pemerintahan
Penyusunan
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) memerlukan waktu yang lama. Awalnya, dengan berlakunya Undang Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, daerah diberi kewenangan yang
luas untuk menyelenggarakan pengelolaan keuangannya sendiri. Hal ini tentu saja
menjadikan daerah provinsi, kabupaten, dan kota menjadi entitas-entitas otonom
yang harus melakukan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangannya sendiri
mendorong perlunya standar pelaporan keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 105
Tahun 2000 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dalam
pasal 35 mengamanatkan bahwa “penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan
daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintah”, meskipun belum
ada standar akuntansi pemerintahan yang baku.
Belum
adanya standar akuntansi pemerintahan yang baku memicu perdebatan siapa yang
berwenang menyusun standar akuntansi keuangan pemerintahan. Sementara itu,
pelaporan dan penyajian keuangan harus tetap berjalan sesuai dengan peraturan
perundangan meskipun standar belum ada. Untuk mengisi kekosongan sambil
menunggu penetapan yang berwenang menyusun dan menetapkan standar akuntansi
pemerintahan dan terutama upaya untuk mengembangkan sistem pengelolaan keuangan
daerah yang transparan dan akuntable maka pemerintah dalam hal ini
Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan mengambil inisiatif untuk
membuat pedoman penyajian laporan keuangan. Maka lahirlah sistem akuntansi
keuangan daerah dari Departemen Keuangan yang diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 355/KMK.07/2001 tanggal 5 Juni 2001. Dari Departemen Dalam
Negeri keluar Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 18
Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertangungjawaban dan Pengawasan Keuangan
Derah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Kedua
keputusan ini bukanlah standar akuntansi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 maupun standar akuntansi pada umumnya.
Menteri Keuangan sebenarnya mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
308/KMK.012/2002 tanggal 13 Juni 2002 yang menetapkan adanya Komite Standar
Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah (KSAPD). Keanggotaan Komite ini terdiri
dari unsur Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan, Organisasi Profesi Akuntan IAI, dan juga kalangan
perguruan tinggi. Dalam keputusan tersebut juga diatur bahwa standar akan
disusun oleh KSAPD tetapi pemberlakuannya ditetapkan dengan keputusan Menteri
Keuangan. KASPD bekerja dan menghasilkan Draft Publikasian Standar Akuntansi
berupa Kerangka Konseptual dan tiga Pernyataan Standar. KSAPD melakukan due
process atas keempat draft ini sampai dengan meminta pertimbangan kepada
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BPK
berpendapat belum dapat memberikan persetujuan atas Draft SAP tersebut karena
belum mengakomodasi seluruh unsur yang semestinya terlibat dan penyusun tidak
independen karena diangkat hanya dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan.
Perkembangan berikutnya, KSAPD tetap bekerja dengan menambah pembahasan atas
delapan draft baru yang dianggap diperlukan dalam penyusunan laporan keuangan
pemerintah. Draft ini juga mengalami due process yang sama seperti
sebelumnya. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
negara yang mengamanatkan perlunya standar akuntansi, KSAPD terus berjalan.
Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa bentuk dan
isi laporan pertanggunggjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Selanjutnya
pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa standar
akuntansi pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang independen dan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat
pertimbangan dari BPK. Kemudian pada tahun 2004 terbit Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara kembali mengamanatkan penyusunan laporan
pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah. Pasal 56 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan
sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah
diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Pasal 57 ayat 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa dalam rangka transparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan dibentuk Komite Standar
Akuntasi Pemerintahan. Pasal 57 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
menyebutkan bahwa Komite Standar Akuntansi Pemerintahan bertugas menyusun standar
akuntansi pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum.
Pasal 57 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pembentukan,
susunan, kedudukan, keanggotaan, dan masa kerja Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Komite
standar yang dibentuk oleh Menteri Keuangan sampai dengan pertengahan tahun
2004 telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari Kerangka konseptual dan 11
pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due procees. Proses
penyusunan (Due Process) yang digunakan ini adalah proses yang berlaku
umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di
Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena pertimbangan kebutuhan yang
mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami dan melaksanakan standar yang
ditetapkan.
Tahap-tahap penyiapan SAP
yaitu (Supriyanto:2005):
a.
Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
b.
Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam Komite
c.
Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
d.
Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja
e.
Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
f. Pengambilan
Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
g. Peluncuran
Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)
h. Dengar
Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Publik
Hearings)
i. Pembahasan
Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
j. Finalisasi
Standar
Dari proses
tersebut dihasilkanlah Exposure Draft Standar Akuntansi Sektor Publik
yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik-Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI). Ada enam exposure draft yang dikeluarkan:
1.
Penyajian Laporan Keuangan
2.
Laporan Arus Kas
3.
Koreksi Surplus Defisit, Kesalahan Fundamental, dan Perubahan
Kebijakan Akuntansi
4.
Dampak Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Luar Negeri
5.
Kos Pinjaman
6.
Laporan Keuangan Konsolidasi dan Entitas Kendalian
Selanjutnya
dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, penetapan Komite SAP
dilakukan dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah diterbitkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan pada Tanggal 5 Oktober 2004, yang telah diubah dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 Tanggal 5 Januari
2005.
KSAP
bertugas mempersiapkan penyusunan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai prinsip-prinsip akuntansi yang
wajib diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah
pusat dan/atau pemerintah daerah.
Dengan demikian, KSAP
bertujuan untuk mengembangkan program-program pengembangan akuntabilitas dan
manajemen keuangan pemerintahan, termasuk mengembangkan SAP dan mempromosikan
penerapan standar tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, SAP telah disusun
dengan berorientasi pada IPSAS. Selain itu dalam penyusunannya, SAP juga telah
diharmoniskan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia.
Dalam menyusun SAP, KSAP menggunakan materi
yang diterbitkan oleh:
1.
International Federation of Accountant (IFAC).
2.
International Accounting Standards Committee (IASC).
3.
International Monetary Fund (IMF).
4.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
5.
Financial Accounting Standards Board (GASB).
6.
Perundang-undangan dan peraturan pemerintah lainnya yang berlaku
di Republik Indonesia.
7.
Organisasi profesional lainnya di berbagai negara yang membidangi
pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan.
Pengembangan
SAP mengacu pada praktik-praktik terbaik di tingkat international, dengan tetap
mempertimbangkan kondisi di Indonesia, baik peraturan perundangan dan
praktik-praktik akuntansi yang berrlaku maupun kondisi sumber daya manusia.
Selain itu, strategi peningkatan kualitas pelaporan keuangan pemerintahan
dilakukan dengan proses transisi menuju basis akrual. Saat ini, pendapatan,
belanja, dan pembiayaan dicatat berbasis kas; sementara aktiva, kewajiban, dan
ekuitas dana dicatat berbasis akrual.
SAP
diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan
departemen-departemennya maupun di pemerintah daerah dan dinas-dinasnya.
Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan
keuangan di pemerintah pusat dan daerah. Ini berarti informasi keuangan
pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan dan
juga terwujudnya transparansi serta akuntabilitas.
Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini terdiri atas sebuah kerangka konseptual dan 11
pernyataan, yaitu:
1.
PSAP 01 Penyajian
Laporan Keuangan
2.
PSAP 02 Laporan
Realisasi Anggaran
3.
PSAP 03 Laporan
Arus Kas
4.
PSAP 04 Catatan
atas Laporan Keuangan
5.
PSAP 05 Akuntansi
Persediaan
6.
PSAP 06 Akuntansi
Investasi
7.
PSAP 07 Akuntansi
Aset Tetap
8.
PSAP 08 Akuntansi
Konstruksi dalam Pengerjaan
9.
PSAP 09 Akuntansi
Kewajiban
10.
PSAP10 Koreksi
Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa
11.
PSAP 11 Laporan
Keuangan Konsolidasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sifat regulasi disektor publik setiap jenis bersifat lebih
spesifik untuk setiap organisasi. Pada instansi pemerintah, regulasi yang
digunakan cenderung lebih rumit dan detail.
Standar akuntansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hukum
dan anggaran dasar yang mengatuir penyusunan laporan keuangan. Penetapan
standar adalah proses perumusan atau formulasi standar akuntansi.
DAPTAR
PUSTAKA
Nordiawan, Deddi, Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Lucky Club casino site - Lucky Club
BalasHapusThe best betting site in the UK. The Lucky Club casino and betting site is one of the most popular in the UK for free and the best bookmakers luckyclub