Rabu, 12 Maret 2014

Regulasi dan Standar


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini, informasi memilki peranan penting bagi kita semua. Informasi merupakan sarana komunikasi yang efektif antara anggota masrakat dengan anggota masyarakat lainnya atau anatara suatu entitas dengan masyarakat sekitarnya. Dalam seperti ini, penyediaan informasi yang akan menciptakan transparansi dan pada gilirannya akan mewujudkan akuntabilitas publik.
Akuntabilitas publik terjadi jika informasi yang diberikan dapat diterima dan dimengerti secara meluas di masyarakat. Dengan latar belakang apapun, mereka dapat memberikan keputusan dari informasi tersebut.Sehingga, informasi tersebut haruslah memilki standar yang menyeluruh agar terjadi suatu keseragaman bentuk informasi.
Informasi akuntansi memiliki standar akuntansi yang disebut Prisnsip akuntansi yang Berlaku Umum-PABU ( Generally Accepted Accounting Principles-GAAP ). Berlaku umum ini maksudnya informasi akuntansi suatu perusahaan bias dimengerti oleh siapapun dengan latar belakang apa pun. Sehingga, informasi ini berguna bagi investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, kreditor lainnya, pemerintah, dan lembaga-lembaganya, serta masyarakat.
Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan akuntansi biasa. Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban kepada masyarakat yang ada di sektor publik.
Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya telah memasukan standar untuk organisasi nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada PSAK nomor 45 tentang organisasi nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi praktik-praktik lembaga pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Karna itu, pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur secara internasional. Organisasi yang merancang standar ini adalah International Federation of Accountants-IFAC (Federasi Auntan Internasional). Mereka membuat suatu standar akuntansi sector publik yang disebut Internation Public Sector Accounting Standards-IPSAS ( Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik ). Standar ini menjadi pedoman bagi perancangan standar akuntansi pemerintahan di setiap Negara di dunia.

1.2.   Tujuan
           Secara umum, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Sektor Publik. Secara khusus penulisan makalah ini untuk mengenal, menambah wawasan dan pemahaman mahasiswa tentang regulasi dan standar akuntansi sektor publik.
1.3.   Rumusan Masalah
1.             Bagaimana perkembangan regulasi di sektor public?
2.             Bagaimana standar internasional akuntansi sektor publik?
3.             Bagaimana standar akuntansi pemerintahan?
4.             Bagaimana standar pemeriksaan keuangan negara SPKN?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Regulasi di Sektor Publik
Regulasi di sektor publik dibagi dalam dua bagian besar, yaitu perkembangan regulasi yang terkait dengan organisasi nirlaba dan instansi pemerintahan. Sifat regulasi disektor publik setiap jenis bersifat lebih spesifik untuk setiap organisasi. Pada instansi pemerintah, regulasi yang digunakan cenderung lebih rumit dan detail.           
      2.1.1 Perkembangan Regulasi Terkait Organisasi Nirlaba
    A. Regulasi Tentang Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagaamaan, dan  kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Dengan kegiatan yayasan yang terkait dengan kesejahteraan sosial masyarakat luas, regulasi yang detail diperlukan untuk mengatur pelaksanaan  yayasan. Regulasi yang terkait dengan yayasan adalah undang – undang RI Nomor 16 Tahun 2001, yang dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarat.
Berikut isi Undang – Undang RI Nomor 16 Tahun 2001
1.        Ketentuan Umum Yayasan yang meliputi pengertian yayasan beserta organ-organ yang membentukknya, persyaratan kegiatan usaha yang dapat dilakukan dan kekayaan yayasan
2.        Tata cara pendirian Yayasan sejak pengajuan pendirian, pembuatan akta,sampai dengan permohonan pengesahannya ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
3.        Tata cara perubahan Anggaran Dasar Yayasan
4.        Kewajiban pengumuman akta pendirian yayasan dalam tambahan berita negara republik Indonesia
5.        Kekayaan yayasan
6.        Organ yayasan yang terdiri atas pembinam pengurus dan pengawas
7.        Laporan tahunan yang harus disampaikan
8.        Tata cara pemeriksaan dan pembubaran yayasan
Undang-undang ini diperbarui dalam beberapa aspek dengan UU no. 24 tentang perubahan atas UU. No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan.
Berikut beberapa hal yang diubah pada UU 28/2004
1.        Memperjelas larangan pengalihan atau pembagiaan kekayaan yayasan. Pada UU 28/2004 ini ditambahkan bahwa kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan baik gaji, upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang dengan beberapa pengecualiaan yang diatur lebih detail.
2.        Perubahan proses perolehan status badan hukum. Pada UU 28/2004 permohonan diajukan kepada notaris yang mebuat akta pendirian yayasan. UU ini juga menjelaskan secara lebih detail dalam hal perspektif waktu tata cara pengesahan pendirian yayasan.
3.        Ketentuan baru mengenai tanggung jawab secara tanggung renteng oleh pengurus yayasan untuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum yayasan memperoleh status badan hukum.
4.        Jangka waktu pengumuman pendirian yayasan yang telah disetujui diperpendek dari jangka waktu 30 hari (UU 16/2001) menjadi 14 hari (UU 28/2004) terhitung sejak tanggal akta pendirian yayasan disahkan.
5.        Pembagian kekayaan sisa hasil likuidasi yayasan sebelumnya diatur hanya diberikan pada yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan kepada negara. UU 28/2004 mengatur tambahan bahwa jika tidak diberikan pada yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan, sisa hasil likuidasi yayasan dapat diberikan pada badan hukum lain yang memiliki kesamaan kegiatan sebelum opsi diserahkan pada negara.
Selain undang-undang nomor 16 tahun 2001 dan undang-undang nomor 28 tahun 2004 untik lebih menjamin kepastian hukum pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan undang-undang tentang yayasan. PP ini memberikan penjelasan yang lebih detail dan aplikatif dari ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang tetang yayasan, antara lain:
1.             Pemakaian nama yayasan
2.             Kekayaan awal yayasan
3.             Tata cara pendirian yayasan oleh orang asing
4.             Tata cara perubahan anggaran dasar
5.             Syarat dan tata cara pemberian bantuan negara kepada yayasan
6.             Syarat dan tata cara yayasan yang melakukan kegiatan di Indonesia
7.             Syarat dan tata cara penggabungan Yayasan.
B. Regulasi tentang Partai Politik
Regulasi tentang partai politik mulai berkembang pesat sejak era eformasi dengan sistem multipartainya. Undang-undang yang pertama ada setelah era reformasi adalah undang-undang nomor 2 tahun 1999 tentang partai politik. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan perubahan sistem ketatanegaraan yang dinamis diawal-awal era reformasi, undang-undang ini diperbarui dengan Undang-undang nomor 31 tahun 2002 tentang partai politik.
UU no. 31 tahun 2002 mengatur pondasi dan hal-hal pokok mengenai partai politik antara lain:

1.             Pembentukkan partai politik
2.             Asas, ciri, tujuan fungsi, hak dan kewajiban partai politik
3.             Keanggotaan dan kedaulatan anggota partai politik
4.             Kepengurusan partai politik
5.             Peradilan perkara jika terjadi masalah dipartai politik
6.             Keuangan
7.             Larangan-larangan untuk partai politik
8.             Penggabungan partai politik
9.             Pengawasan partai politik
Undang-undang 31/2002 kembali diperbarui dengan undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik yang sifatnya lebih melengkapidan menyempurnakan UU 31/2002. Menurut UU 2/2008 partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan poliitik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Undang – undang 31/2002 belum memiliki ketentuan mengenai kewajiban partai politik untuk menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan, sedangkan UU 2/2008 mengatur bahwa rekening kas umum partai politik dan kewajiban penggurus disetiap tingkatan organisasi untuk menyusun laporan pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran berakhir dan bersifat terbuka untuk diketahui masyarakat. Hal ini sejalan dengan semakin tingginya tuntutan akuntabilitas dan transparansi keuangan partai politik dari masyarakat.
C. Regulasi tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan
Badan Hukum Milik Negara ( BHMN ) adalah satah satu bentuk badan hukum di Indonesia yang awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka “privatisasi” lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri, khususnya sifat non-profit meski berstatus sebagai badan usaha.
Penetapan sebuah universitas menjadi berstatus BHMN ditetapkan melalui peraturan pemerintah. Universitas yang ditetapkan berstatus BHMN oleh pemerintah:
1.             Universitas Indonesia (UI) tahun 2000
2.             Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 2000
3.             Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2000
4.             Institut Tekhnologi Bandung (ITB) tahun 2000
5.             Universitas Sumatera Utara (USU) melalui Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2003
6.             Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung melalui Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2004
7.             Universitas Airlangga (Unair) Surabaya melalui peraturan pemerintah No. 30 tahun 2006
Ciri-ciri BHMN adalah sebagai berikut
1.             Memiliki Majelis Wali Amanat (MWA)
Majelis Wali Amanat adalah organ universitas yang berfungsi mewakili pemerini\\tah dan masyarakat. MWA memiliki kewenangan yang besar dan menjadi lembaga normatif yang sangat menentukan, termasuk mengangkat dan memberhentikan pimpinan, melakukan penilaian kinerja pimpinan, serta nmemberikan masukan dan pendapat kepada menteri tentang pengelolaan universitas. MWA merupakan unsur terpenting yang membedakan BHMN dengn jenis universitas lain.
2.             Memiliki Senat Akademik (SA)
Senat Akademik adalah organ universitas yang terdiri atas perwakilan tiap-tiap fakultas dan memiliki tanggung jawab yang lebih terfokus pada aspek akademik.
3.        Memiliki Otonomi Manajemen dana dan Akademik
BHMN memiliki ottonomi dalam mengelola kekayaan atau sumber dananya dengan tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan akuntabilitas. Hal ini tentu berbeda dengan universitas negeri yang pengelolaan dananya diatur secara terpusat.
Pada akhir tahun 2008, disahkannya Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). BHP adalah badan hukum penyelenggaraan pendidikan formal dengan berprinsip nirlaba yang memiliki kemandirian pengelolaannya dengan tujuan memajukan satuan pendidikan.
Dalam pengelolaannya, BHP mendasarkan pada sepuluh prinsip berikut:
1.             Nirlaba                                    6. Layanan Prima
2.             Otonom                       7. Akses yang berkeadilan
3.             Akuntabel                   8. Keberagaman
4.             Transparan                  9. Keberlanjutan
5.             Penjaminan Mutu       10. Partispasi atas tanggung jawab negara
Berdasarkan amanat pasal 65,66 dan 67 UU BHP, diatur beberapa mekanisme perubahan uiversitas menjadi BHP sebagai berikut:
1.        Untuk Perguruan Tinggi yang
a.       Didirikan oleh pemerintah, harus berubah menjadi BHPP (badan Hukum Milik Pemerintah) dalam waktu 4 tahun (selambat-lambatnya tanggal 16 januari 2013)
b.      Berbentuk BHMN harus berubah menjadi BHPP dalam waktu 3 tahun (selambatnya tanggal 16 januari 2012)
2.        Untuk perguruan tinggi yang berada dalam  naungan yayasan, perkumpulan, maupun badan lainnya akan berubah menjadi BHP penyelenggara dan harus diubah tata kelolanya dalam waktu 6 tahun (selambat-lambatnya tanggal 16 januari 2015)


D. Regulasi tentang Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instasi dilingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakt berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. BLU dibentuk untuk mempromosikan peningkatan layanan publik melalui fleksibelitas pengelolaan keuangan BLU yang dikelola secara profesional dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas.
Yang dapat menjadi BLU adalah satuan kerja pemerintah operasional yang melayani publik seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan, pengelolaan dana bergulir untuk usaha kecil dan menerngah, lisensi dan lain-lain. Kriteria yang lebih lengkap bagi suatu satuan kerja untuk dapat menjadi BLU adalah:
1.        Bukan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan sebagai satuan kerja instansi pemerintah
2.        Dikelola secara otonom dengan prinsip efisien dan produktivitas ala korporasi
3.        Berperan sebagai agen dari meneteri/pimpinan lembaga induknya:
a.         Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja
b.         Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas kebijakan layanan hendak dihasilkan
c.         BLU bertanggung jawab menyajikan layanan yang diminta.
BLU dalam tataran pengatur regulasi diatur oleh Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU yang ada dibawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang ada di Departement Keuangan. BLU dalam regulasi disebutkan dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbedaharaan negara. Yang lebih khusus dijelaskan pada peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

2.1.2 Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan Negara
A. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara
Pengertian dan Ruang Lingkup
Pengertian Keuangan Negara secara umum merupakan, semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Namun jika ditinjau dari sudut pandang sebagai obyek, subyek, proses dan tujuan memiliki pengertian yang berbeda pula, yakni : .Dari sisi obyekyang dimaksud keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.
Dari sisi subyek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh pemerintahan pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan dengan pengelolaan obyek, mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Ruang lingkup keuangan Negara, mencakup beberapa hal yakni ;
a.         hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan  pinjaman;
b.        kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c.         Penerimaan Negara/Daerah;
d.        Pengeluaran Negara/Daerah;
e.         kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
f.         kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
g.        kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Ruang lingkup terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Azas – azas umum yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu : (1). Azas tahunan, (2). Azas universalitas, (3). Azas kesatuan, (4). Azas spesialitas. Serta tambahan azas – azas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
1.        Azas akuntabilitas berorientasi pada hasil
2.        Azas profesionalitas
3.        Azas proporsionalitas
4.        Azas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara
5.        Azas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Dengan dianutnya azas – azas umum tersebut di dalam undang – undang tentang keuangan negara, maka pelaksanaan undang – undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajeman keuangan negara sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementrian Negara/lembaga yang dipimpinnya. Pada hakekatnya menteri keuangan adalah Chief Financial Officer (CFO) sementara setiap menteri/pimpinan lembaga adalah Chief Operational Officer (COO).
Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Ketentuan mengenai penyusunan dan penetepan APBN/APBD dalam undang – undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Hubungan keauangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah dan lembaga asing, perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta serta badan pengelolaan dana masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga – lembaga infra/supranasional. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang – undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Undang – undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang – undang, pelaksanaanya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementrian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang – undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antar kementrian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip – prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sebagai konsekuensinya, dalam undang – undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota serta pimpinan unit organisasi kementrian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD. Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.
UU 17 tahun 2003 adalah tonggak sejarah penting yang mengawali reformasi keuangan negara kita menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan modern berikut beberapa hal penting yang diatur dalam undang-undang ini.
1.        Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara
2.        Penyusunan dan penetapan APBN
3.        Penyusunan dan penetapan APBD
4.        Hubungan Keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah serta pemerintah/lembaga asing
5.        Hubungan Keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara,perusahaan daerah, perusahaan swasta, serta badan pengelola dana masyarakat
6.        Pertaggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD
B.      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang – undang tentang perbendaharaan negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa “Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD“. Sesuai dengan kaidah – kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang – undang Perbendaharaan Negara ini menganut azas kesatuan, azas universalitas, azas tahunan, dan azas spesialitas. Ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Oleh Karena itu Undang – undang Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan pada hekekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap Menteri/Pimpinan Lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Konsekuensi pembagian tugas antara menteri keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementrian negara/lembaga, sementara penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada kementrian keuangan.
Dilain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yang berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.
Pejabat perbendaharaan Negara
Kementrian keuangan: berwenang & bertanggungjawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Kementerian negara/lembaga: berwenang bertanggungjawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas & fungsi masing-masing.
Penerapan kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintah
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan pula semakin pentingnya fungsi perbendaharaan negara dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas secara efisien. Fungsi Perbendaharaan tersebut meliputi, terutama,perencanaan kas yang baik, pencegahan agar tidak sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaat dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah  sumber daya keuangan.
Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip – prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi – fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang selama ini belum mendapat perhatian yang memadai.
Penatausahaan dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan. Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan ketentuan yang mengatur mengenai hal – hal tersebut agar :
1.             Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi
2.             Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)  meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan  Arus Kas, catatan atas laporan keuangan.
3.             Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepada DPR/DPRD selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
4.             Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern (BPK) yang independen & profesional. Sejalan dgn pasal 30 & 31 UU No 17 Thn 2003
5.             Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern yang independen dan professional sebelum disampaikan kepada DPR
6.             Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistic keuangan yang mengacu kepada manual statistic keuangan pemerintah (Government Finance Statistic/GFS)
Standar akuntansi pemerintah ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah dan disusun oleh suatu komite standar akuntansi pemerintah yang independen yang terdiri dari para profesional. Agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SAP) yang dilaksanakan oleh kementrian negara/lembaga. Dalam undang – undang ini juga mengatur penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah secara tepat waktu kepada DPR/DPRD. Mengingat bahwa laporan keuangan pemerintah terlebih dahulu harus diaudit oleh Badan Pemerintah Keuangan, maka Badan Pemerintah Keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam upaya ketepatan penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut kepada DPR/DPRD.
Penyelesaian Kerugian Negara
Dalam Undang – undang Perbendaharaan Negara ini ditegaskan bahwa setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah. Sehubungan dengan itu, setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam instansi yang dipimpinnya telah terjadi kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang telah terjadi.
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dibentuk badan layanan umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan badan layanan umum merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, berkenaan dengan itu rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja badan layanan umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan kementrian Negara/lembaga/pemerintah daerah.
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
C.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertangungjawaban.
Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Lingkup Pemeriksaan
                                             1.      Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara.
                                             2.      BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
                                             3.      Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsure keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
                                             4.      Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan public berdasarkan ketentuan undang-undang laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
                                             5.      Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam nomor 1 dan 2 diatas terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
                                             6.      Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.
                                             7.      Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
                                             8.      Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (6) dan (7).
                                             9.      Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam nomor (3) dan (4) dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan.
                                         10.      Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (9) disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.
Pelaksanaan Pemeriksaan
                                             1.      Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.
                                             2.      Dalam perencanaan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan.
                                             3.      Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud pada nomor (2), BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan konsultasi.
                                             4.      Dalam merencanakan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam nomor (1), BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.
                                             5.      Pemanfaatan Kinerja Aparat Pemeriksa Intern :
a.         Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah.
b.         Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.
c.         Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.
                                          6.             Pelaksanaan Tugas Pemeriksaan
a.       Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
b.      Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, asset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penugasan atau kendali dari entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;
c.       Melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara;
d.      Meminta keterangan kepada seseorang; (dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang).
e.       Memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan;
f.       Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan system pengendalian intern pemerintah.
                                             7.      Investigasi dan Temuan Kasus Pidana
Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigative guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsure pidana.
1.      Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsure pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.      Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah.
Hasil Pemeriksaan dan Tindak lanjut
Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Jika diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan.
1.        Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.
2.        Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
3.        Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.
Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh  BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat.  Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah.Laporan hasil pemeriksaan disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.
Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/ DPRD sesuai dengan kewenangannya.Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.Laporan hasil pemeriksaan disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya. Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.
Pemeriksaan keuangan Negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan Negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
Penentuan objek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.
Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah. Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian Negara/ daerah dan/atau unsur pidana. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Jika diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan. Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya.


D. Perkembangan Regulasi Terkait Otonomi Daerah
Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah menyadari masih terdapat banyak aspek yang menjadi kelemahan sekaligus celah dalam peraturan perundangan yang sering menimbulkan kerancuan, disamping itu UU Nomor 22 Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggara otonomi daerah yang lebih efisien. Dengan demikin dikeluarkanlah UU pengganti berikut:
1.        UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan
2.        UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Perkembangan Undang-Undang Otonomi Daerah
 







                                      
E.     Undang-Undang Nomor  55 Tahun 2005 tentang dana Perimbangan
Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuang yang proporsional, demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian kewenangan pemerintah antara pemerintrah pusat dengan pemerintah daerah, maka telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbanagn Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999.
Peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 mengatur tentang pembagian dana perimbangan, sumber-sumber dana bagi hasil, mekanisme pengalokasian dana bagi hasil, mekanisme pengalokasian dana alokasi umum, mekanisme pengalokasian dana alokasi khusus, pemantauan serta evaluasi.
F.        Undang-Undang Nomor 56 Tahun  2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah
Dengan kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, hal tersebut membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola, dan mendayagunakan informasi secara cepat dan akurat untuk lebih mendorong terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparan, serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif.
Untuk menindaklanjuti terselenggaranya proses pembangunan yang sejalan dengan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemmapuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan Informasi Keaungan Daerah kepada pelayanan publik.
Peraturan pemerintah Nomor 56 tahun 2005 mengatur tentang prinsip-prinsip informasi keuangan daerah, isi dari keuangan daerah, batas waktu penyampaian informasi keuangan daerah, tujuan dari penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah secara nasioanal dan di daerah, sanksi atas tidak disampakainnya informasi keuangan daerah.
G.    Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang Hibah kepada daerah
Peraturan pemerintah nomor 57 tahun 2005 mengatur tentang sumber-sumber hibah, bentuk hibah, pengelolaan hibah, pertanggungjawaban dan pelaporan hiabh. Prinsip kebijakan perimbangan keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, adalah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang merupakn suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Sumber pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi di daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dan Perimbangan, Pinjaman Daaerah dan Lain-lain Pendapatan. Salah satu komponen lain-lain pendapatan yang dinyatakan dalam pasal Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 sebagai bentuk hubungan keungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah hibah.
Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam lembaga atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Hibah digunakan untuk menunjang peningkatan fungsi pemerintah dan layanan dasar umum, serta pemberdayaan aparatur daerah.
H.    Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan daerah
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, diaman timbul hak dan daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Selain kedua undang-undang di atas, terdapat beberapa pratuaran perundang-undangan yang menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah yang telah terbit lebih dulu. Undang-undang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keunagn Negara dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencnaan Pembangunan Nasional.
2.2    Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik
Saat ini, banyak entitas yang termasuk dalam kategori organisasi sektor publik yang telah mengimplementasikan akuntansi dalam sistem keuangannya. Akan tetapi, praktik akuntansi yang dilakukan oleh entitas-entitas tersebut memiliki banyak perbedaan khususnya dalam proses pelaporan keuangan. Hal tersebut sangat dimungkinkan oleh belum banyaknya pemerintah suatu negara yang menerbitkan standar baku akuntansi untuk mengatur praktik akuntansi bagi organisasi sektor publik.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, International Federation of Accountants-IFAC (Federasi Akuntan Internasional) membentuk sebuah komite khusus yang bertugas menyusun sebuah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional yang kemudian disebut International Public Sector Accounting Standards-IPSAS (Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik). Dalam pelaksanaannya, komite tersebut tidak hanya menyusun standar tetapi juga membuat program yang sistematis yang mendorong aplikasi IPSAS oleh entitas-entitas publik di seluruh dunia.
IPSAS meliputi serangkaian standar yang dikembangkan untuk basis akrual (accrual basis), namun juga terdapat suatu bagian IPSAS yang terpisah guna merinci kebutuhan untuk basis kas (cash basis). Dalam hal ini, IPSAS dapat diadopsi oleh organisasi sektor publik yang sedang dalam proses perubahan dari cash basis ke akrual basis. Jika demikian, maka organisasi sektor publik yang telah memutuskan untuk mengadopsi basis akrual menurut IPSAS, harus mengikuti ketentuan waktu mengenai masa transisi dari basis kas ke basis akrual yang diatur oleh IPSAS.
Pada akhirnya, cakupan yang diatur dalam IPSAS meliputi seluruh organisasi sektor publik termasuk juga lembaga pemerintahan baik pemerintah pusat, pemerintah regional (provinsi), pemerintah daerah (kabupaten/kota), dan komponen-komponen kerjanya (dinas-dinas).
IPSAS adalah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional dan dapat dijadikan acuan oleh negara-negara di seluruh dunia untuk mengembangkan standar akuntansi khusus sektor publik di negaranya.
IPSAS bertujuan ;
1.      meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor publik,
2.      menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang dilakukan oleh entitas sektor publik
3.      meningkatkan transparasi dan akuntabilitas entitas sektor publik
International Federation of Accountants Public Sector Comitte (IFAC – PSC) merupakan lembaga yang didirikan di Munich pada tahun 1977 terdiri atas organisasi akuntan internasional yang telah menerbitkan International Public Sector Accounting Standards (IPSAS) yang terdiri dari :
1.         IPSAS 1 (presentation of financial statements)
2.         IPSAS 2 (cash flow statements)
3.         IPSAS 3 (Accounting Policies, Change in accounting estimates adn errors)
4.         IPSAS 4 (the effects of changes in foreign exchange rates)
5.         IPSAS 5 (borrowing cost)
6.         IPSAS 6 (consilidated financial statements and accounting for controlled entities)
7.         IPSAS 7 (Accounting for investment in associates)
8.         IPSAS 8 (financial reporting of interest in joint venture)
9.         IPSAS 9 ( revenue from exchange Transactions)
10.     IPSAS 10 (Hyperinflationary economies)
11.     IPSAS 11 (Construction Contracts)
12.     IPSAS 12 (Inventories)
13.     IPSAS 13 (Leases)
14.     IPSAS 14 (Event After the Reporting Date)
15.     IPSAS 15 (Financial Instruments : Disclosure and Presentation)
16.     IPSAS 16 (Investment Property)
17.     IPSAS 17 (Property, Plan, and Equipment)
18.     IPSAS 18 (segmen Reporting)
19.     IPSAS 19 (Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets)
20.     IPSAS 20 ( Related Party Disclosures)
21.     IPSAS 21 (Impairment of Non-Cash-Generating Assets)
22.     IPSAS 22 (Disclosures of Finncial Information)
23.     IPSAS 23 (Revenue from Non-Exchange Transactions(Taxes and Transfer)
24.     IPSAS 24 ( Presentation of Budget Information in Financial Statement)
25.     IPSAS 25 (Employee Benefit)
26.     IPSAS 26 (Impairment of Cash and Generating Asset)
2.3    Perkembangan Standar Akuntansi Pemerintahan
Penyusunan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) memerlukan waktu yang lama.   Awalnya, dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, daerah diberi kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan pengelolaan keuangannya sendiri. Hal ini tentu saja menjadikan daerah provinsi, kabupaten, dan kota menjadi entitas-entitas otonom yang harus melakukan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangannya sendiri mendorong perlunya standar pelaporan keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dalam pasal 35 mengamanatkan bahwa “penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintah”, meskipun belum ada standar akuntansi pemerintahan yang baku.
Belum adanya standar akuntansi pemerintahan yang baku memicu perdebatan siapa yang berwenang menyusun standar akuntansi keuangan pemerintahan. Sementara itu, pelaporan dan penyajian keuangan harus tetap berjalan sesuai dengan peraturan perundangan meskipun standar belum ada. Untuk mengisi kekosongan sambil menunggu penetapan yang berwenang menyusun dan menetapkan standar akuntansi pemerintahan dan terutama upaya untuk mengembangkan sistem pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntable maka pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan mengambil inisiatif untuk membuat pedoman penyajian laporan keuangan. Maka lahirlah sistem akuntansi keuangan daerah dari Departemen Keuangan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.07/2001 tanggal 5 Juni 2001. Dari Departemen Dalam Negeri keluar Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 18 Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertangungjawaban dan Pengawasan Keuangan Derah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.     
Kedua keputusan ini bukanlah standar akuntansi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor  105 Tahun 2000 maupun standar akuntansi pada umumnya. Menteri Keuangan sebenarnya mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 308/KMK.012/2002 tanggal 13 Juni 2002 yang menetapkan adanya Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah (KSAPD). Keanggotaan Komite ini terdiri dari unsur Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Organisasi Profesi Akuntan IAI, dan juga kalangan perguruan tinggi. Dalam keputusan tersebut juga diatur bahwa standar akan disusun oleh KSAPD tetapi pemberlakuannya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan. KASPD bekerja dan menghasilkan Draft Publikasian Standar Akuntansi berupa Kerangka Konseptual dan tiga Pernyataan Standar. KSAPD melakukan due process atas keempat draft ini sampai dengan meminta pertimbangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BPK berpendapat belum dapat memberikan persetujuan atas Draft SAP tersebut karena belum mengakomodasi seluruh unsur yang semestinya terlibat dan penyusun tidak independen karena diangkat hanya dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan.  Perkembangan berikutnya, KSAPD tetap bekerja dengan menambah pembahasan atas delapan draft baru yang dianggap diperlukan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah. Draft ini juga mengalami due process yang sama seperti sebelumnya. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara yang mengamanatkan perlunya standar akuntansi, KSAPD terus berjalan. Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggunggjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Selanjutnya pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa standar akuntansi pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari BPK. Kemudian pada tahun 2004 terbit Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara kembali mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Pasal 56 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan dibentuk Komite Standar Akuntasi Pemerintahan. Pasal 57 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Komite Standar Akuntansi Pemerintahan bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum. Pasal 57 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pembentukan, susunan, kedudukan, keanggotaan, dan masa kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Komite standar yang dibentuk oleh Menteri Keuangan sampai dengan pertengahan tahun 2004 telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari Kerangka konseptual dan 11 pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due procees. Proses penyusunan (Due Process) yang digunakan ini adalah proses yang berlaku umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena pertimbangan kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami dan melaksanakan standar yang ditetapkan.
Tahap-tahap penyiapan SAP yaitu (Supriyanto:2005):
a.      Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
b.      Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam Komite
c.       Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
d.      Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja
e.      Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
f.      Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
g.     Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)
h.     Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Publik Hearings)
i.       Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
j.       Finalisasi Standar
Dari proses tersebut dihasilkanlah Exposure Draft Standar Akuntansi Sektor Publik yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Ada enam exposure draft yang dikeluarkan:
1.    Penyajian Laporan Keuangan
2.    Laporan Arus Kas
3.    Koreksi Surplus Defisit, Kesalahan Fundamental, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi
4.    Dampak Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Luar Negeri
5.    Kos Pinjaman
6.    Laporan Keuangan Konsolidasi dan Entitas Kendalian
Selanjutnya dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, penetapan Komite SAP dilakukan dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan pada Tanggal 5 Oktober 2004, yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 Tanggal 5 Januari 2005.
KSAP bertugas mempersiapkan penyusunan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai prinsip-prinsip akuntansi yang wajib diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
 Dengan demikian, KSAP bertujuan untuk mengembangkan program-program pengembangan akuntabilitas dan manajemen keuangan pemerintahan, termasuk mengembangkan SAP dan mempromosikan penerapan standar tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, SAP telah disusun dengan berorientasi pada IPSAS. Selain itu dalam penyusunannya, SAP juga telah diharmoniskan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia.
 Dalam menyusun SAP, KSAP menggunakan materi yang diterbitkan oleh:
1.      International Federation of Accountant (IFAC).
2.      International Accounting Standards Committee (IASC).
3.      International Monetary Fund (IMF).
4.      Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
5.      Financial Accounting Standards Board (GASB).
6.      Perundang-undangan dan peraturan pemerintah lainnya yang berlaku di Republik Indonesia.
7.      Organisasi profesional lainnya di berbagai negara yang membidangi pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan.
Pengembangan SAP mengacu pada praktik-praktik terbaik di tingkat international, dengan tetap mempertimbangkan kondisi di Indonesia, baik peraturan perundangan dan praktik-praktik akuntansi yang berrlaku maupun kondisi sumber daya manusia. Selain itu, strategi peningkatan kualitas pelaporan keuangan pemerintahan dilakukan dengan proses transisi menuju basis akrual. Saat ini, pendapatan, belanja, dan pembiayaan dicatat berbasis kas; sementara aktiva, kewajiban, dan ekuitas dana dicatat berbasis akrual.
SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan departemen-departemennya maupun di pemerintah daerah dan dinas-dinasnya. Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan daerah. Ini berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan dan juga terwujudnya transparansi serta akuntabilitas.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini terdiri atas sebuah kerangka konseptual dan 11 pernyataan, yaitu:
1.             PSAP 01         Penyajian Laporan Keuangan
2.             PSAP 02         Laporan Realisasi Anggaran
3.             PSAP 03         Laporan Arus Kas
4.             PSAP 04         Catatan atas Laporan Keuangan
5.             PSAP 05         Akuntansi Persediaan
6.             PSAP 06         Akuntansi Investasi
7.             PSAP 07         Akuntansi Aset Tetap
8.             PSAP 08         Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan
9.             PSAP 09         Akuntansi Kewajiban
10.         PSAP10        Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa
11.         PSAP 11         Laporan Keuangan Konsolidasi

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sifat regulasi disektor publik setiap jenis bersifat lebih spesifik untuk setiap organisasi. Pada instansi pemerintah, regulasi yang digunakan cenderung lebih rumit dan detail.           
Standar akuntansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hukum dan anggaran dasar yang mengatuir penyusunan laporan keuangan. Penetapan standar adalah proses perumusan atau formulasi standar akuntansi.

 DAPTAR PUSTAKA

Nordiawan, Deddi,  Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat

1 komentar:

  1. Lucky Club casino site - Lucky Club
    The best betting site in the UK. The Lucky Club casino and betting site is one of the most popular in the UK for free and the best bookmakers luckyclub

    BalasHapus